Senin, September 28, 2009

PAN Digerogoti Kader Aji Mumpung

Oleh: Hans Suta Widhya,
Direktur Eksekutif Konsorsium untuk Transparansi Informasi Publik


Semangat Reformasi 1998 yang melahirkan Partai Amanat Nasional (PAN) ternyata dipenuhi bahaya laten konflik internal. Meski sempat ditinggal oleh kader-kader terbaik seperti Faisal Basri, dan terbelah dengan lahirnya Partai Matahari Bangsa (PMB) namun PAN masih kokoh menjadi partai yang eksis di tanah air.

Keberadaan PAN tidak semata menggusung sosok Tokoh Reformasi Amien Rais , namun juga karena sejak awal platform partai mampu meyakinkan rakyat dengan mengemban amanah nasional. Sayangnya, saat ini keberadaan PAN sudah mulai melenceng dengan awal cita-cita Reformasi yang menginginkan adanya masyarakat madani yang kuat dan mandiri. Ia mulai terseret dalam perlombaan mencari kekuasaan dan menghalalkan segala cara demi mencapai cita-cita lewat prinsip aji mumpung. Salah satu bukti penyimpangan yang dilakukan kader PAN adalah tindakan yang dilakukan oleh elit kader PAN dalam memalsukan hasil keputusan Kongres II PAN di Semarang pada 2005 yang mengamanatkan perubahan AD/ART partai. Hingga hari ini kelengkapan persyaratan administrasi berupa lampiran AD/ART yang diajukan ke Departemen Hukum dan HAM pada saat menjelang menjadi partai politik calon peserta Pemilu 9 April 2009 ternyata telah dipalsukan oleh YM atas perintah elit pengurus ZH, PA dan lainnya. Isi AD/ART PAN yang di-akte-kan kehadapan Notaris Muhamad Hanafi, SH pada 1 Juni 2005 diketahui isinya tidak sesuai dengan AD/ART hasil Kongres II PAN 2005 di Semarang dan sejak diselenggarakannya Rakernas I PAN pada 2006 di Hotel Sahid Jakarta. Telah terjadi penambahan dan penghapusan beberapa pasal dalam AD/ART asli yang tidak sesuai amanat Kongres II di Semarang yang dilakukan oleh tangan-tangan jahil di tubuh partai berlambang matahari yang bersinar terang ini.
Sebenarnya, perubahan/penambahan AD/ART dimungkinkan asal dilakukan melalui Kongres. Namun pada kenyataannya amanat Kongres diselewengkan sesuai selera ambisi dan kekuatan kekuasaan pihak-pihak tertentu di dalam partai. Sehingga terjadilah keputusan yang disepakati dan disetujui di dalam kongres direkayasa dan melenceng dari amanat kongres itu sendiri yang kini menjadi pedoman kerja bagi DPP PAN dalam menjalankan roda kepengurusan periode 2005-2010.
Meski putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan No.1129/Pdt.G/2008/PN Jakarta Selatan tertanggal 20 Januari 2009 telah mempunyai kekuatan hukum dimana dalam amar putusan menyatakan bahwa AD/ART yang telah di-Akta Notaris-kan oleh elit pengurus PAN bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum karena terbukti adanya tindakan pemalsuan, namun hingga hari ini belum juga menyadarkan elit partai untuk membenahinya. Padahal, mereka tahu konsekuensi logis keputusan itu secara hukum menyebabkan PAN sebagai sebuah parpol sebenarnya tidak bisa dan tidak boleh melakukan perbuatan hukum apapun sebelum AD/ART yang palsu/dipalsukan tersebut diganti dengan AD/ART yang syah sesuai ketetapan Kongres II PAN pada 2005. Mereka bahkan mengabaikan isi surat Dirjen Administrasi Hukum Umum Direktur Tata Negara dari Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia tertanggal 1 Juni 2009 kepada DPP PAN yang meminta agar dikirimkan AD/ART hasil Kongres ke II di Semarang yang telah dituangkan dalam Akta Notaris belum juga dilaksanakan.
Setiap kegiatan yang dilakukan/dilaksanakan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, maka kegiatan tersebut dapat dikategorikan menyalahi aturan yang ada. Dengan kata lain kegiatan tersebut dapat dikatakan illegal. Karena keberadaan anggota DPR-RI yang berasal PAN tidak berdasarkan aturan yang ada, maka dapat kita pertanyakan apakah anggota yang lolos ke Senayan itu juga illegal? Sehubungan ketentuan UU No.2 Tahun 2008 pada pasal Pasal 5 (1) Perubahan AD dan ART harus didaftarkan ke Departemen paling lama 14 (empat belas)hari terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut…Dimana pada ayat (2) Pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan akta notaries mengenai perubahan AD dan ART, maka kedudukan anggota Dewan dari PAN yang lolos dalam Pemilu 9 April 2009 tentulah menjadi tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Karena tidak sesuai dengan “syariat”nya, otomatis kedudukan anggota Dewan dari PAN tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan mereka tidak pantas melenggang menjadi anggota DPR-RI,di Senayan, Jakarta.

Dengan ditetapkannya AD/ART PAN 2005 hasil Kongres di Semarang, maka otomatis AD/ART 2000 hasil Kongres di Yogyakarta tidak berlaku lagi.Namun pada kenyataannya sampai dengan hari ini dokumen yang dipalsukan itulah yang mengantarkan PAN ikut Pemilu 9 April 2009 dengan meraih 43 kursi legislative di DPR-RI.
Bagaimana konstituen PAN dapat berharap kepada para wakilnya yang masuk ke DPR namun diawali dengan sejumlah produk kebohongan dari sebuah partai yang mengklaim dirinya sebagai pembawa amanat nasional? Mengapa para elit pengurus tidak mau membenahi produk yang telah dinyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bertentangan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum? Apakah masih layak PAN menyandang sebagai partai reformis sementara kini dipenuhi oleh orang-orang yang hanya mengikuti syahwat politik demi aji mumpung saja?

Posting Komentar

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template custom by Adiguna