Kamis, November 12, 2009

Dokter Bule Dipuji Ikatan Dokter Iri, Memalukan

Jemberpost.com- Ketika nurani yang bicara, para dokter bule itu bekerja profesional dan dengan senyuman dan rakyat miskin pun berterima kasih. Sejumlah orang yang melimpah di halaman Rumah Sakit Gigi dan Mulut sembari menanti panggilan pemeriksaan mata memuji dokter asing itu. "Orang mau ke sini kan karena tenaganya dari luar negeri," kata salah satu warga.

Proses penyembuhan mata katarak juga memunculkan kisah-kisah mengharukan. Ada seorang nenek yang sudah tak melihat selama empat tahun karena katarak. Begitu operasi berhasil, ia sudah bisa melihat kembali. Rasa syukur membuncah, tangis haru terdengar. Bahkan, dokter asal Amerika Serikat dipeluk oleh sang nenek karena begitu gembira.

Koordinator Bakti Sosial dari Universitas Jember, dr. Nugraha Wahyu Cahyana, mengatakan, banyak pasien miskin yang gembira setelah sembuh. "Secara medis, orang-orang itu (para dokter asing) profesional. Hasilnya sangat memuaskan. Saya tidak tahu apa yang dipermasalahkan (oleh IDI)," katanya.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jember melayangkan surat ke Dinas Kesehatan, mempertanyakan status para dokter bule yang bekerja dalam acara bakti sosial pengobatan mata dan operasi katarak.

Di Jember, MMI menugaskan enam dokter asing yang berasal dari Kanada dan Amerika Serikat. Mereka membuka praktik selama dua pekan, sejak 3 November lalu hingga Jumat (13/11/2009) di Rumah Sakit Gigi dan Mulut.

Ketua IDI Jember dr. Budi Rahardjo menyatakan pelayangan surat itu dipicu oleh pertanyaan dari anggota organisasi itu. "Ada pertanyaan lisan dan informasi dari anggota IDI tentang adanya kegiatan (baksos) itu. Kami menanyakan ke Dinkes tentang legalitas dari pelaksana, dalam hal ini dokter asing," katanya, Rabu (11/11/2009).

Nugraha mengatakan, bakti sosial oleh Universitas Jember yang melibatkan dokter asing sudah kali keempat dilaksanakan. Setahu dia, tak ada masalah dari sisi imigrasi. "MMI bukan organisasi sembarangan. Tidak akan menurunkan orang (dokter) sembarangan," katanya.

Nugraha heran kenapa kehadiran dokter asing baru dipersoalkan sekarang. "Kenapa tidak dari dulu? Mereka ke sini membantu masyarakat," katanya.

Nugraha meminta kepada semua pihak untuk bersikap bijaksana. Ia menghormati pihak-pihak yang mempertanyakan kehadiran dokter asing. "Mungkin komplain ini dalam rangka perbaikan juga," katanya.

Namun, Nugraha mengingatkan, agar persoalan tersebut tak mengganggu pasien atau warga miskin yang berobat. Selama ini angka penderita katarak di Indonesia mencapai 1,5 persen dari jumlah penduduk. "Di Jember, saya kira angkanya juga segitu. Maksimal kita hanya bisa menggarap 0,8 persen pasien dalam setahun," katanya.

Sementara itu Legislator dari Komisi D Bidang Kesehatan DPRD Jember, Abdul Ghafur, menyayangkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang mempertanyakan masalah legalitas dokter asing, dalam cara bakti sosial pengobatan mata dan operasi katarak. Dinkes diingatkan supaya hati-hati dalam menanggapi surat dari IDI tersebut.

"Saya menyesalkan kalau IDI seperti itu. Semestinya IDI sebagai orang profesional punya jangkauan lebih jauh terhadap masyarakat Jember. Dia punya peluang membuat kegiatan serupa, tapi kenapa justru disalip Universitas Jember," kata Ghafur, Rabu (11/11/2009).

Ghafur menilai surat pertanyaan IDI hanya dilandasi kecemburuan. "Ini hanya persoalan iri saja. Dinkes harus hati-hati menanggapi hal ini. Kalau Dinkes menghentikan acara baksos itu, apakah sudah punya pilihan (kegiatan) lain yang lebih cerdas dan populis? Jangan hanya sekadar menghentikan," tukasnya.

Namun, Ketua IDI Jember dr. Budi Rahardjo menampik jika pihaknya cemburu. "Sebetulnya tidak ada. Baksos silakan. Cuma aturan yang disepakati bersama ya harus dilaksanakan. Kalau ditabrak, yang nabrak kita (dokter lokal) dipermasalahkan, yang nabrak orang asing kok dibiarkan," katanya.(BJ/sal)


Posting Komentar

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template custom by Adiguna